1.1.a.9. Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara
Raden Mas Suwardi Suryaningrat atau yang dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara lahir di Yokyakarta, 2 Mei 1889, Beliau dikenal sebagai aktivis dan jurnalis yang pemberani dan melalui tulisan beliau mengkritik kebijakan pemerintah belanda pada masa itu.
Bersama Cipto Mangunkusumo dan Ernest Douwes Dekker mendirikan Indische Partije pada tahun 1912. Setelah sempat diasingkan ke Belanda dan pada tahun 1922 mendirikan lembaga pendidikan Taman Siswa sekembalinya dari Belanda.
Taman Siswa merupakan gerbang emas kemerdekaan dan kebebasan bangsa dan ada sebagai jiwa rakyat untuk merdeka dan bebas. Filosofi Ki Hadjar Dewantara yang terkenal di dunia pendidikan yaitu “Ing ngarso sung tulodo, Ing madyo mangun karso, Tut wuri handayani” yang artinya “Di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang memberi dorongan”
Azas Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari pendidikan. Pengajaran merupakan proses pendidikan dalam memberi ilmu/berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan bathin.
Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Jadi menurut Ki Hadjar Dewantara Pendidikan dan Pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya.
Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. Ki Hadjar Dewantara memiliki keyakinan bahwa untuk menciptakan manusia Indonesia yang beradap maka pendidikan menjadi salah satu kunci utama untuk mencapainya. Pendidikan dapat menjadi ruang berlatih dan bertumbuhanya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan.
Azas pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara ini semakin memahamkan saya bahwa tugas saya sebagai seorang guru harus dapat menfasilitasi tumbuh dan berkembangnya jiwa, laku, pengetahuan dan ketrampilan siswa saya sesuai dengan karakternya masing-masing. Sebelumya saya selain memberikan “reward” juga masih memberikan “punishment” terhadap beberapa kelebihan dan kekurangan dari siswa dalam proses belajar mengajar. Ternyata “punisment” hanya akan membentuk mereka mau melakukan sesuatu bukan karena pemahaman dan kemauannya namun lebih karena takut akan hukuman yang akan didapat. Sedangkan pemberian reward memacu mereka untuk terus menerapkan sesuatu yang mereka anggap berguna bagi mereka.
Dalam keseharian saya sebelumnya, saya juga masih berpatokan pada “Kemampuan Cognitif” siswa adalah segalanya, padahal setiap siswa itu punya kemampuan yang berbeda-beda, minat yang tidak sama, kreatifitas dan karakter yang juga berbeda, seharusnya saya sebagai guru mengarahkan mereka sesuai dengan kemampuan mereka bukan hanya “mengejar” target kurikulum saja tapi abai bahwa setiap siswa saya punya kemampuan yang berbeda-beda. Begitu juga dalam pengembangan karakter mereka saya harus lebih mampu melihat lagi bahwa mereka hidup dan belajar pada zaman mereka, harus ada beberapa hal yang selayaknya saya maklumi dari ” tingkah laku” mereka, selama itu tidak melanggar nilai-nilai kebaikan universal maka biarlah mereka berkreasi sesuai dengan zamannya.
Setelah memahami pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang menempatkan anak dengan rasa hormat, mengutamakan anak serta dengan suci hati mendekati sang anak, saya semakin sadar bahwa yang dibutuhkan anak dari kita sebagai seorang guru adalah tuntunan yaitu memberikan teladan bagi mereka dalam menghantarkan mereka selamat dan bahagia baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Ibaratnya seperti petani tugas kita adalah menyemainya ditanah yang subur, membersihkan hama dan gulma, memberinya pupuk sehingga tanaman tumbuh subur dan menghasilkan panen berlimpah dan bermanfaat.
Dasar pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang fitrah penciptaan adalah keberagaman dapat saya gunakan segera dalam kelas saya, saya harus mampu menggali dan mengembangkan potensi siswa dan mengakomodasi karakteristik mereka masing-masing sebagai dasar mewujudkan “student wellbeing”. Lebih mengedapkan pemberian “reward” dan melihat mereka sebagai individu yang dapat menjadi “apa saja” dan memiliki “profesi apa saja” dikehidupan mereka kelak, dengan melihat mereka seperti itu saya tidak hanya berkeinginan mengejar target kurikulum saja namun saya juga mengedepankan membimbing mereka untuk meyakini dan dalam bertindak dimasyarakat kelak tetap didasarkan pada nilai-nilai kebaikan universal. Dengan memiliki standar tentang nilai-nilai kebaikan universal yang tumbuh dimasyarakat mereka akan lebih bermanfaat sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat.
Demikian
Semoga bermanfaat
Seri Amalia, S.Pd
CGP Angkatan 4 Kabupaten Aceh Besar
Posting Komentar